gangstar my life

gangstar my life

Rabu, 16 November 2011

GANGGUAN KESEHATAN TERNAK AKIBAT ANTINUTRISI DALAM BAHAN PAKAN


Pada dasarnya banyak bahan pakan  secara potensial mengandung satu atau beberapa jenis antinutrisi. Hal ini berakibat terjadinya gangguan pertumbuhan, bahkan gangguan kesehatan, apabila kandungan antinutrisi dalam bahan pakan yang dikonsumsinya cukup tinggi.
            Pengetahuan tentang kandungan antinutrisi dalam berbagai bahan pakan perlu perlu dimiliki oleh formulator pakan, termasuk para peternak yang mencampur pakan sendiri. Langkah  ini sangat penting sebagai strategi untuk meminimalkan pengaruh-pengaruh yang merugikan dari antinutrisi.
            Telah dikembangkan metode-metode prosesing, baik secara fisik, mekanik maupun kimiawi yang mungkin dapat diterapkan guna memerangi dan menghilangkan antinutrisi dalam bahan pakan.
Berbagai Antinutrisi  dalam Bahan Pakan  
            Berbagai jenis tanaman pangan memiliki potensi untuk mensintesis substansi kimia tertentu sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi oleh jamur, bakteri dan insekta. Banyak di antara substansi kimia ini ternyata dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia maupun ternak yang mengkonsumsinya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pertumbuhan, seperti : penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH), oleh karena dihambatnya enzim pencernaan tertentu. Gangguan yang lain berupa gangguan kesehatan, seperti gangguan pernapasan bahkan kematian. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut dikenal dengan istilah antinutrisi.
            Macam antinutrisi pada berbagai bahan pakan berlainan. Senyawa antinutrisi yang sering ditemukan, antara lain : Protein inhibitor (penghambat protease), goitrogen, nekaloid, oksalat, fitat, tannin, HCN dan gossipol.   Antinutrisi tersebut seringkali mengikat protein, zat-zat mineral, sehingga pemanfaatan gizi dalam bahan pakan oleh ternak menjadi berkurang. Sebagai akibatnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan pada ternak atau gangguan kesehatan yang lain.
            Antinutrisi dalam bahan pakan kadang-kadang dihasilkan oleh metabolisme jamur atau mikroba dalam bahan pakan, atau oleh tumbuhan itu sendiri sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari gangguan infeksi atau kelukaan. Hasil samping atau sisa pengolahan bahan pakan seringkali menimbulkan efek toksik pada ternak, hal ini diduga adanya kandungan nutrisi dalam bahan limbah atau sisa pengolahan tersebut. Berikut ini disajikan beberapa bahan pakan dengan kemungkinan zat-zat antinutrisi yang terkandung di dalamnya.
Leguminosa    
                Leguminosa, seperti : kedelai dan kacang tanah merupakan sumber gizi penting bagi ternak. Namun penggunaannya harus dibatasi, karena leguminosa mengandung zat-zat antinutrisi, antara lain : Protein inhibitor (penghambat protease), phytphaemagluttin (Lectin), urease, hypoxygenase, glukoside-sianogenik dan faktor-faktor antivitamin.  Hampir semua leguminosa mengandung unsur penghambat tripsin, dan akan mengikat tripsin sehingga terbentuk suatu kompleks yang inaktif. Sebagai akibatnya tripsin tidak dapat berfungsi. Keadaan ini menyerupai dengan kejadian gangguan sintesis tripsin oleh pankreas. Sebagai konsekuensinya, pankreas akan mengalami hipertrofi untuk mensintesis tripsin secara berlebih. Hipertrofi pankreas akan diikuti hambatan pertumbuhan dan menurunnya efisiensi pakan. Protein inhibitor ternyata mudah diinaktifkan oelh panas.
            Antinutrisi lain yang hampir selalu ditemukan dalam leguminosa adalah phytohaemagluttin atau lectin, yang memegang peran penting dalam simbiosis antara legum dengan bakteri pengikat nitrogen. Lectin terikat secara reversibel dengan gula-gula yang berkombinasi dengan protein (glikoprotein) pada permukaan mikrovilli usus halus, dan menimbulkan lesi-lesi serta perkmbangan mikrovilli yang tidak no9rmal serta gangguan absorbsi nutrisi lewat dinding intestinum. Gangguan absorbsi  (malabsorbsi) dapat terjadi terhadap vitamin B12, glukosa dan asam-asam amino. Gangguan transport ion lewat intestinum, tidak tercernanya karbohidrat dan protein bisa terjadi. Adanya lectin pada epithelium intestinum yang reseptornya terdapat di glikoprotein antara intestinum dengan permukaan bakteri enterik, merupakan perekat antara intestinum dengan bakteri. Pertumbuhan berlebih bakteri  coliform telah dilaporkan terjadi pada ayam yang ransumnya mengandung kedelai tanpa perlakuan (prosesing) sebelum penggunaannya sebagai bahan pakan.  Lectin menimbulkan lesi-lesi pada ephitelium intestinum yang diikuti dengan dikeluarkannya endotoksin bakteri yang masuk ke peredaran darah dan menggangu kesehatan ternak. Ayam muda sangat sensitif terhadap lectin.
            Kedelai juga mengandung urease, yaitu suatu enzim yang berperan untuk menghidrolisis urea menjadi ammoniak dan CO2.
            Goitrogen juga dihasilkan oleh kedelai dan kacang tanah. Goitrogen merupakan senyawa yang berhubungan dengan aktivitas fungsi  kelenjar thyroid.
            Cyanogenic-glukoides merupakan senyawa yang membebaskan HCN pada proses hidrolisis, terdapat pada semua leguminosa.
            Faktor antivitamin mungkin ditemukan pada leguminosa, yaitu antivitamin E, sehingga berakibat terjadinya penurunan tocoferol   yang menimbulkan dystrophia otot pada ayam.
            Alipoxidase ditemukan pada kulit kedelai yang akan menurunkan vitamin A dengan cara merusak karoten.
            Protease inhibitor, lectin, urease dan faktor-faktor antivitamin serta lipoxygenase dapat dirusak oleh panas. Besarnya tingkat kerusakan tergantung kepada tinggi rendahnya temperatur pemanasan, lama pemanasan, ukuran partikel dan kondisi-kondisi penguapan. Fermentasi merupakan suatu metode untuk menurunkan level tripsin inhibitor. Germinasi juga merupakan cara untuk memperbaiki nilai gizi pada kedelai.
            Karbohidrat yang sulit dicerna juga merupakan antinutrisi. Kira-kira 40% dari tepung kedelai disusun oleh serat kasar, polisakarida serta oligosakarida yang bervariasi. Diketahui sekitar 15 -22% polisakarida dibentuk oleh acidic polisakarida sebesar 8 – 10%, arabinogalaktan sebesar 5%, selulosa 1,2% dan starch 0,5%. Senyawa terakhir tidak dapat dicerna oleh ayam. Starch dan mannan tidak sensitif terhadap pemanasan dan merupakan antinutrisi bagi ayam. Oligosakarida dalam kedelai merupakan karbohidrat yang mudah dicerna, akan tetapi menghasilkan TMEn(Energi termetabolisme sesungguhnya) yang rendah. Sebagai bahan makanan unggas, biji kedelai memang tidak digunakan dalam bentuk mentah, akan tetapi dalam bentuk bungkil kacang kedelai yang merupakan limbah dari proses pembuatan minyak kedelai, dan digunakan sebagi pendamping tepung ikan, sehingga penggunaan tepung ikan tidak berlebihan.
            Penggunaan bungkil kacang tanah untuk unggas kira-kira 0% – 25%. Penggunaannya untuk membantu menggantikan jagung kuning dan minyak nabati guna memenuhi kebutuhan energi. Kelemahan penggunaan bungkil kacang tanah adalah ketersediaannya yang terbatas, hanya ada di daerah-daerah yang memiliki pabrik pengolah kacang tanah serta penyimpanan bungkilnya yang sulit, karena mudah tercemar   oleh Aspergillus flavus, yaitu jamur yang menghasilkan racun berbahaya bagi ayam.
Singkong (ubi kayu)
            Singkong (ubi kayu) sebagai bahan makanan memang tidak pernah dimakan dalam bentuk mentah sebagaimana ubi manis. Secara fisik, apabila ubi kayu dibuka kulitnya dan dibiarkan, tidak segera digoreng atau direbus, maka akan berubah warna menjadi kebiru-biruan. Hal ini menunjukkan adanya sesuatu zat yang perlu diperhatikan secara serius. Namun apabila ubi kayu t digoreng, dibakar atau direbus, maka zat yang kebiru-biruan tersebut akan punah. Oleh karena itu diperlukan proses tertentu sebelum ubi kayu digunakan.
            Kandungan energi  ubi kayu ± 2970 Kkal/kg, mengalahkan energi dalam dedak, kacang kedelai dan bungkil kelapa. Oleh karena itu ubi kayu banyak diberikan kepada unggas pedaging yang memang memerlukan energi tinggi, seperti : ayam broiler, bebek, angsa dan sejenisnya, tetapi tidak diperlukan untuk anggas petelur.
            Cyanogenic-glucosides merupakan senyawa toksik yang terkandung dalam ubi kayu dan merupakan mekanisme pertahanan tubuh bagi tumbuhan ubi kayu untuk melindungi dirinya dari serangan insekta. Berkaitan dengan hal tersebut, maka ubi kayu mentah tidak dapat digunakan untuk ternak.
            Linamarin termasuk dalam  Cyanogenic-glucoside. Adanya enzim hidrolitik berupa ß-glycosidase, linamarin akan terurai dan menghasilkan aseton, glukosa dan HCN.   Terbebasnya HCN inilah yang menyebabkan keracunan pada ternak. Enzim ß-glycosidase  merupakan protein yang mudah rusak selama pemanasan. Jika enzim tersebut rusak, maka tidak mampu mengkatalisis pembebasan HCN yang toksik tadi. Pemanasan di bawah matahari terbuka, direbus atau dipanaskan dalam oven dalam temperatur 700C hingga 800C dapat mengurangi pengaruh racun HCN dalam ubi kayu.
            Ubi kayu juga mengandung tripsin inhibitor dan khemotripsin inhibitor, meskipun dalam kadar rendah. Antinutrisi ini bisa dirusak dengan cara pemanasan.
Biji Kapas        
            Biji kapas sebagai bahan pakan ternak dibatasi penggunaannya, karena mengandung zat antinutrisi yang dikenal dengan sebutan ”gossipol”. Gossipol merupakan senyawa polifenol dan menyebabkan pucatnya kuning telur pada ayam atau unggas petelur. Bagi tumbuhan kapas, gossipol merupakan senyawa yang berperan penting dalam mekanisme pertahanan diri terhadap serangan insekta.
            Gossipol bersifat sangat toksik bagi ruminansia maupun monogastrik muda. Lesi-lesi pada jantung, saluran reproduksi, paru-paru dan hati terjadi pada ayam dan ruminansia. Oleh adanya gossipol, jika biji kapas digunakan pada ayam petelur, maka akan terjadi kepucatan pada warna kuning telur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar